Dioksin
adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun
yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama.
Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk
(a)
Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD);
(b)
Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan
(c)
Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB).
PCDD
dan PCDF bukanlah produk kimia yang dikomersilkan, tetapi produk sampingan yang
secara tidak sengaja terjadi di dalam banyak proses pembakaran dan beberapa
proses industri kimia. PCB dengan sengaja diproduksi secara komersil dalam
jumlah besar sampai produksi tersebut dilarang di Amerika pada tahun 1977
Karakteristik senyawa Dioksin
Senyawa dioksin
sendiri adalah senyawa yang tersusun oleh atom karbon, hydrogen, oksigen dan
klor.
Senyawa
2,3,7,8-TCDD murni telah disintesis sejak tahun 1967. Bentuk fisik dari
senyawa murni ini adalah berbentuk serbuk kristal padat (seperti serbuk yang
terdapat pada tablet), tidak larut di dalam air dan sedikit larut pada beberapa
pelarut organic.
Sumber dan jenis dioksin di
lingkungan
Setiap hari manusia menghasilkan
sampah. Baik sampah organik maupun anorganik. Data BPS pada tahun 2000
menunjukkan produksi sampah dari 380 kota di Indonesia sebesar 80.235,87 ton
tiap harinya. Dari sampah yang dihasilkan tersebut 37,6 % atau
sekitar 30.168,687 ton ditangani dengan cara dibakar. Data itu 10 tahun
yang lalu… Tentu saja dengan meningkatnya jumlah penduduk, volume sampah yang
dihasilkan juga akan semakin banyak.
Pembakaran
sampah yang tidak menggunakan teknologi tinggi dapat berakibat pada pencemaran
lingkungan. Sebab hal ini dapat menghasilkan senyawa kimia berbahaya dan
beracun yang dikenal dengan nama dioksin. Senyawa ini dapat terbentuk pada
pembakaran dengan temperature yang rendah. Bahkan pembakaran dengan
menggunakan incinerator pada temperatur 400 – 600 0 C merupakan
kondisi yang optimum untuk pembentukan senyawa dioksin.
Apabila
proses pembakaran sampah berlangsung sempurna maka tidak akan menghasilkan
dioksin, seperti yang diperlihatkan pada persamaan reaksi
sCO2 + tHCl + xH2O + ySO2 + zN2 ==> CaHbOcNdSeClf + u (O2 + 3,76 N2)
Pada reaksi persamaan reaksi pembakaran diatas memperlihatkan tidak terbentuk senyawa dioksin apabila reaksi berlangsung secara sempurna (dalam reaksi yang stabil).
sCO2 + tHCl + xH2O + ySO2 + zN2 ==> CaHbOcNdSeClf + u (O2 + 3,76 N2)
Pada reaksi persamaan reaksi pembakaran diatas memperlihatkan tidak terbentuk senyawa dioksin apabila reaksi berlangsung secara sempurna (dalam reaksi yang stabil).
Namun dengan
beragamnya komposisi yang terdapat pada sampah, maka ketika sampah dibakar maka
dapat menghasilkan dioksin dan furan. Hal ini terjadi karena proses
pembakaran tidak dapat dapat berlangsung secara stabil. Adapun proses
pembentukan dioksin dan furan dapat ditunjukkan pada persamaan reaksi dibawah
ini.
C + H2 + Cl2 + O2 + N2 ==> CO2 + CO + HCl + N2 + O2 + PCDD + PCDF
C + H2 + Cl2 + O2 + N2 ==> CO2 + CO + HCl + N2 + O2 + PCDD + PCDF
Dioksin sebenarnya tidak hanya
dihasilkan dari pembakaran sampah, akan tetapi juga dapat dihasilkan dari gas
emisi kendaraan, kebakaran hutan, asap rokok atau kegiatan lainnya.
Disamping itu proses pada pemutihan bubur kertas juga dapat menghasilkan
dioksin sebagai impurity pada produksi senyawa klorinat organic. Pada industry
bubur kertas dioksin ditemukan pada air limbah (efluen). Pada proses
pemutihan bubur kertas menggunakan bahan pemutih yang mengandung klorin dimana
kemudian senyawa klorin tersebut bereaksi dengan senyawa organic membentuk
dioksin.
Beberapa
temuan menyampaikan tentang adanya sumber-sumber dioksin baru, terutama dalam
bentuk flame retardants (suatu zat kimia yang dapat menunda atau
mencegah pembakaran, biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran serta untuk
melapisi benda-benda yang cenderung mudah terbakar).
Cina telah banyak melakukan penelitian
tentang dioksin dan secara paralel hampir selama 30 tahun Cina juga membuat brominated
flame retardant (BRF). BRF ditemukan pada produk handphone (papan
sirkuit dan casing). Sampai dengan tahun 2010 permintaan BRF di Cina
akan mencapai 200.000 ton dan tahun 2007 Cina juga memproduksi 25.000 ton
sumber dioksin decaBDE (20% dari total dunia). Volume terbesarnya terdapat pada
produk elektronik dan telah dilarang di Eropa dan beberapa negara bagian
Amerika Serikat.
Sumber lainnya adalah senyawa PFOS (perfluorooctane
sulfonate) dan PFOA (perfluorooctanoate) yang dalam produk anti
lengket, tahan air dan noda, seperti pada produk alat rumah tangga (non
stick cookware, serta produk harian seperti pakaian, karpet, kertas,
pelapis tekstil, dan kemasan makanan atau plastik). PFOS dan PFOA cukup tinggi
ditemukan dalam darah para pekerja di Cina.
PBDEs menunjukkan
kemampuan bioakumulasi (sel mempunyai kemampuan untuk mengakumulasi nutrien dan
mineral esensial, sel juga dapat mangabsorpsi dan menyimpan senyawa toksik).
Konsentrasi PBDEs tersimpan dalam darah dan jaringan tubuh, serta menempatkan
anak-anak terkena resiko paling tinggi untuk terkontaminasi zat berbahaya ini.
Hal ini disebabkan karena zat kimia flame retardant biasa digunakan
dalam produk keseharian seperti mainan dan perabot (furniture), plastik
komputer dan penahan tekstil terbakar.
Bahan dasar PVC (seperti TBC) adalah
penyebab terjadinya gangguan kesehatan seperti pneumoconiosis (radang
paru-paru) dan dalam proses produksi atau limbah buang PVC dapat menyebabkan
juga gangguan hormon (pengurangan jumlah sperma), meningkatkan resiko kanker
payudara, serta menurunkan kapasitas sistem kekebalan tubuh.
Chlorinated
paraffin
(SCPP) juga diproduksi di Cina lebih dari 600.000 ton dan mengantarkan
Cina untuk “menyesuaikan diri secara urgensi” apabila SCCP terdaftar di
Konvensi Stockhlom. Sebuah konsekuensi serius karena penggunaan POPs yang
secara kontinyu atau terus menerus akan mengancam masyarakat dan kehidupan
sekelilingnya.
Flame retardant baru ditemukan seperti dechlorane plus, DBHPBT, dan
TBC. Dechlorane plus digunakan sebagai pengganti Mirex (terdaftar dalam
Konvensi Stockhlom). Produksinya sebanyak ribuan ton dijual dan terdapat di
dalam berbagai jenis produk komersial, seperti kawat kabel listrik, bahan atap,
dan bahan lainnya yang telah ada lebih dari 40 tahun. Di Cina, bioakumulasi dechlorane
plus terjadi dalam rantai makanan di dekat lokasi daur ulang limbah
elektronik, sedangkan di Korea dilaporkan adanya kandungan dechlorane plus
pada ikan. DBHPBT terdapat dalam plastik, lilin, cat, lem, penyegel, dan
lain-lain. Di Jepang digunakan untuk bahan plastik bangunan dan bagian mobil.
Sifat DBHPBT meskipun tidak benar-benar beracun di Jepang sudah dianggap
sebagai POPs.
TBB dan TBPH adalah pengganti untuk
pentaBDE yang baru-baru ini terdaftar di Konvensi Stockholm. Sumber-sumber flame
retardant ini ditemukan di air laut timur Hong Kong dan konsentrasinya
semakin meningkat di setiap tahunnya sejak 2004. POPs lain yang juga muncul
adalah HBCD yaitu zat yang ‘dicalonkan’ pada Konvensi Stockholm. Zat ini
ditemukan di beberapa wilayah di negara-negara Asia Tenggara, Jepang, Ceko,
Swedia, dan Cina. HBCD ditemukan di lokasi daur ulang limbah elektronik, debu
rumah, mamalia laut, limbah lumpur dan sedimen sungai, elang, kulit pohon, dan
ikan. Studi-studi biomonitoring manusia menemukan HBCD pada ASI (air susu ibu)
di India dan Cina. TBBPA, Tris fostat, dan PFC (perfluorokarbon, termasuk PFOS)
adalah zat temuan lainnya yang hadir terutama di ASI, dan produk lain seperti
susu kemasan, sayuran, dalam organisme/makhluk hidup (moluska, lumba-lumba,
capung) dan lokasi-lokasi seperti tambak udang, sedimen, limbah pabrik
pengolahan, sungai, dan bendungan air.
PCBS
|
Masyarakat
penting mengetahui informasi beragam polutan beracun dan mampu mengambil sikap
atau tindakan dalam menangani permasalahan limbah, seperti misalnya tidak
membakar sampah atau berhati-hati memilih barang plastik. Konsep zero waste
dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) adalah
pendekatan untuk menerapkan pengelolaan limbah yang lebih bijak. Tentunya
diperlukan komitmen bersama untuk penanganan sampah atau limbah di lingkungan
kita.
Dinamika Dioksin di Lingkungan
Dioksin bersifat ada terus menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi (bioaccumulated), dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi kedalam lingkungan. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya terhadap binatang dan manusia.
Dioksin bersifat ada terus menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi (bioaccumulated), dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi kedalam lingkungan. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya terhadap binatang dan manusia.
Jika dioksin berada
diudara maka akan dapat terhirup oleh manusia dan masuk ke dalam sistem
pernafasan. Risiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin diterima
tetap, walaupun dalam satuan takaran kecil, dan selanjutnya mengendap dalam
tubuh manusia. Dioksin menimbulkan kanker, bertindak sebagai pengacau hormon,
diteruskan dari ibu ke bayi selama menyusui dan mempengaruhi sistem reproduksi.
Selain mengakibatkan penyakit tersebut, dioksin dengan demikian juga
mempengaruhi kemampuan belajar oleh anak yang sangat peka terhadap pencemaran
udara.
Dioksin dalam jumlah
kecil juga terdapat dalam asap rokok. Belum banyak pula yang menyadari bahwa
insinerator atau pembakaran sampah di rumah-rumah sakit merupakan penghasil
dioksin yang sangat berbahaya. Dioksin mempunyai struktur kimia yang sangat
stabil dan bersifat lipofilik, yaitu tidak mudah larut dalam air tetapi mudah
larut di dalam lemak. Karena kestabilan strukturnya ini, maka dioksin sangat
berbahaya, sebab tidak mudah rusak atau terurai. Dioksin dapat berada di dalam
tanah dan terakumulasi sampai 10-12 tahun. Dioksin bersifat mudah larut dalam
lemak sehingga dapat terakumulasi dalam pangan yang relatif tinggi kadar
lemaknya.
Bahaya Keracunan Dioksin
Beberapa dekade terakhir telah
banyak dilakukan kajian dan riset tentang bahaya dioksin bagi mahluk hidup
khususnya manusia. Adapun kasus-kasus yang terjadi sepanjang sejarah
menyangkut efek bahaya dari senyawa dioksin misalnya:
· Kasus dari Monsanto
plant di Nitro, West Virginia, tahun 1949. Akibat kecelakaan di pabrik
herbisida 2,4,5-T itu, 250 pekerja terkena penyakit chloracne, penyakit kulit
berupa gatal-gatal memerah. Baru tahun 1955, Karl Schultz (seorang dokter
Jerman) mensinyalemen bahwa chloracne adalah akibat racun dioksin.
· Kasus meledaknya
pabrik kimia Hoffman-LaRoche di Seveso, Italia, tahun 1976. Akibatnya, sejumlah
besar TCDD terlepas sampai ke atmosfer. Di daerah sekitar pabrik, hewan-hewan
mati, terjadi destruksi vegetasi, penduduk mengalami keracunan akut,
kasus-kasus chloracne, abortus, dan kelainan kongenital. Bahkan penelitian yang
dilakukan Bertozzi dkk. pada tahun 1993 menemukan adanya peningkatan kasus
kanker.
· Penggunaan herbisida
Agent Orange dalam Perang Vietnam (1960 – 1970) ternyata juga menyemburkan
dioksin. Agent Orange digunakan untuk merontokkan dedaunan agar hutan-hutan
Vietnam tidak bisa digunakan untuk bersembunyi tentara Vietkong. Tahun 1983,
kantor veteran Chicago mencatat ada 17 ribu lebih veteran yang mengklaim ganti
rugi akibat dioksin sewaktu bertugas di Vietnam.
· Terbakarnya kabel PVC
di Beverly Hills Supper Club bahkan merenggut nyawa 161 orang. Kebakaran tahun
1977 itu menimbulkan asap putih. Menurut salah seorang pekerja di situ, asap
pedas yang mengandung gas hidrogen klorida (HCl) itu bisa bereaksi dengan
pewarna kuku. Bahkan hasil reaksi tersebut dapat memakan kuku. Ketika terhirup
dan masuk ke dalam paru-paru bersama udara yang mengandung air, HCl akan
berubah menjadi asam klorida yang korosif. Akibatnya, yang selamat pun
mengalami luka parah pada saluran pernapasannya.
· Kasus di Time Beach,
Missouri, pada tahun 1971 bisa menjadi gambaran. Sebuah perusahaan herbisida
sembarangan saja membuang sampah industri ke tempat pembuangan oli bekas. Lalu
oli bekas tersebut terpakai untuk menyemprot lapangan pacuan kuda, jalanan,
serta tempat-tempat berdebu. Selain gangguan berupa chloracne dan radang
kandung kemih yang akut, penyemprotan itu juga menimbulkan kematian dan
penyakit pada ternak. Daerah tersebut kemudian dibeli oleh EPA (Badan
Perlindungan Lingkungan AS) dan biaya yang dikeluarkan untuk membersihkan
dioksin mencapai AS $ 100 juta.
Pencegahan Peningkatan Dioksin
Untuk dapat menahan laju pertumbuhan senyawa dioksin di udara, khususnya dari pembakaran sampah di perkotaan, maka perlu dilakukan pengendalian sampah secara terpadu.
1. Pertama harus
memberikan kesadaran pada masyarakat untuk dapat memisahkan sampah-sampah
organic yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme dengan sampah yang susah
terdegradasi seperti plastic. Sampah-sampah plastic yang susah
terdegradasi harus dikumpulkan dan jangan dibakar begitu saja karena berpotensi
untuk menghasilkan dioksin.
2. Pemerintah daerah,
dimana daerahnya memproduksi sampah dalam jumlah yang sangat besar maka harus
menyediakan incinerator yang mampu melakukan pembakaran sampah berkisar antara
800 – 1100 0C, sebab dengan incinerator yang mampu membakar sampah
hingga temperature 10000C tidak akan menghasilkan
dioksin. Terjadinya dioksin dalam pembakaran sampah, dapat
dikendalikan dengan penguraian suhu tinggi dioksin atau prehormon melalui
pembakaran sempurna yang stabil. Untuk itu, penting untuk mempertahankan suhu
tinggi gas pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga waktu keberadaan yang
cukup bagi gas pembakaran, serta pengadukan campuran antara gas yang belum
terbakar dan udara dalam gas pembakaran.
3. Pencegahan
pembentukan senyawa de novo yang juga merupakan penyebab munculnya dioksin,
pendinginan mendadak serta pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan
efektif.
4. Terhadap debu terbang
yang dikumpulkan dengan penghisap debu yang banyak mengandung dioksin, ada
teknologi pemrosesan reduksi khlorinat dengan panas. Untuk udara atmosfir yang
dikembalikan, karena menggunakan reaksi reduksi khlorinat dengan menukar khlor
yang terkandung dalam dioksin dengan hidrogen, dengan terus memanaskan debu
terbang pada suhu diatas 8000C dioksin dalam debu dari jumlah
totalnya akan terurai. Ini digunakan sebagai teknologi yang dapat menguraikan
dioksin dengan energi input lebih sedikit dibandingkan dengan peleburan.
Teknologi Baru
Mengurai Dioksin
1. Menggunakan Titanium
dan Ultraviolet
Kini, sebuah teknologi baru telah
dikembangkan untuk memecahkan dioksin yang menyusahkan ini, yakni dengan
memaparinya dengan cahaya dan mengubahnya menjadi sesuatu yang tidak berbahaya.
Alat
yang baru dikembangkan ini adalah sebuah alat untuk menghilangkan dioksin yang
menggunakan suatu zat yang disebut Titanium dioksida. Titanium Oksida adalah
senyawa yang banyak digunakan dalam pembuatan cat. Jika dikenai pada cahaya,
terutama sinar ultra violet, maka senyawa tersebut akan bereaksi dengan oksigen
di udara, dan dapat memecahkan materi-materi organik. Peralatan baru tersebut
memanfaatkan sifat Titanium Oksida ini. Alat ini dipasang pada pipa gas buangan
fasilitas pembakar sampah atau incinerator. Bila sampah dibakar, maka dioksin
di dalam gas yang melalui pipa itu akan diurai menjadi karbon dioksida dan air,
dengan mengenai Titanium Oksida dalam alat itu dengan sinar ultra violet.
Dengan
menggunakan silika gel (bahan penyerap kelembaban), para ilmuwan telah berhasil
menggunakan Titanium dioksida untuk mengurai dioksin. Silika gel tersbut — yang
berdiameter 3 mm dan permukaannya dilapisi oleh Titanium Oksida — digunakan
pada alat tersebut. Permukaan silika gel ini memiliki banyak lubang, sehingga
memperbesar luas permukaannya, dan itu akan menarik dioksin terus menerus
dengan daya serap yang besar.
Dioksin
yang diserap ke dalam silika gel tersebut kemudian diurai oleh Titanium Oksida
yang dikenai pada sinar ultra violet. Hal yang menguntungkan, silika gel tembus
pandang sehingga cahaya dapat menembusnya dan menyebabkan reaksi kimia di
seluruh tempat. Oleh karena itu, hal ini dapat memecahkan dioksin dengan
keandalan tinggi lebih dari 99 persen.
Peralatan
yang baru dikembangkan ini sangat mudah untuk dipasangkan pada fasilitas
pembakar sampah/incinerator yang sudah ada. Dan juga teknologi baru ini ramah
lingkungan. Di masa lalu, cara menguraikan dioksin adalah dengan membakarnya
pada suhu yang sangat tinggi — sekitar 1000 derajat celcius –, namun dengan
teknologi baru ini tidak diperlukan lagi energi sebanyak itu.
Alat ini hanya perlu memaparkan
Titanium dioksida pada sinar ultra violet, jadi biaya operasinya hampir dapat
dikatakan sangat rendah.
2. Mengurai
Dioksin dengan Enzim
Baru-baru ini, Prof. K. Inoue dkk
dari Kyoto University Jepang mengumumkan sebuah cara baru menguraikan dioksin,
yakni dengan menggunakan enzim hasil penemuannya. Enzim buatan ini diperoleh
dengan cara mengubah struktur gen pada enzim pengurai obat yang dimiliki oleh
semua binatang mamalia.
Pada dasarnya binatang mamalia
memiliki sekumpulan enzim yang disebut cytocrom P-450, yang bekerja menguraikan
zat kimia di dalam tubuh sehingga menjadi tidak beracun. Kumpulan enzim ini
dapat juga menguraikan jenis dioksin yang tingkat toksisitasnya rendah, namun
tidak sanggup menguraikan jenis dioksin dengan tingkat toksisitas sangat tinggi
seperti 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD). Prof. Inoue dkk membuat
enzim buatan pengurai dioksin jenis ini dengan cara mengambil satu jenis enzim
dalam cytocrom P450 dari tikus. Dengan metoda transgenik, gen dalam enzim ini
diubah agar bisa membentuk molekul enzim dimana bagian yang berfungsi mengikat
zat kimia yang ingin diurai menjadi lebih panjang, kemudian gen ini ditransfer
ke ragi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa enzim buatan ini dapat
menguraikan 1 molekul 2,3,7,8-TCDD perjam, yang berarti kecepatan mengurainya
10~100 kali lebih tinggi dari enzim yang ada pada tubuh manusia.
Penelitian ini masih dalam tahap
awal. Namun, menurut Prof. Inoue, jika ini berhasil akan dapat diaplikasikan
secara luas di berbagai bidang seperti menguraikan dioksin dalam bahan makanan,
tanah dan lain sebagainya.
Perlu diketahui, lebih dari 90%
dioksin yang masuk kedalam tubuh kita adalah melalui makanan, baru sisanya
melalui pernafasan. Berarti, enzim temuan ini bisa jadi alat canggih untuk
menanganani dioksin yang sudah menjadi momok seluruh dunia.
Bagaimana
menghindarkan dioksin dalam makanan?
Gaya hidup yang salah, yang pada
dasarnya merupakan pergeseran budaya ini justru belakangan ini membentuk suatu
budaya baru bagi masyarakat kita. Lihat saja bagaimana anak-anak kita menyukai
makanan yang berasal dari luar (dari Amerika atau Eropa), padahal bisa jadi di
negera asalnya sudah menjadi "Junk Food" (makanan sampah).
Dioksin
bukan zat yang mudah terurai di alam. Sebagai akibatnya, dioksin terdapat di
tanah, air, dan permukaan tumbuhan. Dari sini kemudian dioksin memasuki rantai
makanan dan mencemari ikan, daging, dan produk-produk hewani. Bahkan lebih dari
90% paparan dioksin yang dialami manusia bersumber dari makanan yang berasal
dari hewan.
Sebagaimana
dimaklumi bahwa racun melalui makanan akan jauh lebih berbahaya dibandingkan
dengan cara lain. Hal ini dapat dipahami, karena dengan melalui makanan maka
makanan akan langsung masuk ke jaringan organ tubuh, dan dapat langsung
dirasakan akibatnya. Begitupun dengan bahaya dioksin yang terdapat dalam
makanan, akan langsung memasuki jaringan organ tubuh manusia jika makanan yang
mengandung dioksin tersebut dimakan.
Kadar
bahaya dioksin yang terdapat dalam makanan/minuman kini banyak diketahui oleh
berbagai kalangan, akan tetapi ada tidaknya dioksin dalam makanan sukar untuk
di deteksi. Pada makanan tersebut tidak tercium bau yang mencurigakan, tidak
pula terjadi perubahan warna pada makanan tersebut. Bahkan alat untuk menguji
makanan yang berbahaya inipun konon belum dimiliki Indonesia, bahkan di Asia
Tengara. (wadoww…)
Menyikapi kondisi seperti ini, maka
sangat mendesak adanya jaringan informasi yang memadai yang dapat langsung
memberi sinyal bahaya suatu produk yang telah tercemar. Karena bisa jadi suatu
pencemaran terjadi di negara tertentu (seperti kasus Belgia), sementara yang
menjadi korban adalah masyarakat di negara lain. Selanjutnya perlu ada jaringan
keamanan suatu produk yang sifatnya internasional secara adil. Karena kita
tentu tidak menghendaki negara-negara dunia ketiga yang menjadi korban, karena
hanya menjadi buangan produk dari negara-negara maju, walaupun dengan berbagai
alasan atau mungkin juga jaminan.
Bukti
negara-negara ketiga menjadi korban karena melakukan impor dari negara lain,
dapat dilihat bagaimana tatkala Ditjen POM mengumumkan 24 jenis produk yang
tercemar/atau paling tidak perlu pengamanan untuk selanjutnya. Seperti yang
dilakukan tanggal 18 Juni 1999, di berbagai media masa seperti berikut ini :
Dari
daftar tersebut di atas, kita patut curiga karena bisa jadi susu, keju, es
cream dan sejenisnya yang biasa kita makan sehari-hari sudah tercemar racun
yang membahayakan itu. Apalagi dengan gaya hidup sebagian dari anngota
masyarakat kita khususnya anak-anak dan remaja yang sangat menyukai makanan
tersebut.
Selain
makanan seperti daftar di atas, diam-diam banyak bahan makanan yang potensial
bersifat karsinogenik yang selama ini kita konsumsi, sifat tersebut ada yang
memang alami (naturally occuring), dan ada pula yang muncul dalam proses
pengolahan, pengasapan, pemanggangan, atau pengasinan. Bahkan bisa jadi memasak
dengan cara menggoreng dengan menggunakan minyak yang berulang-ulang, menurut
para ahli gizi, potensial untuk memicu tumbuhnya kanker.
Kondisi
seperti ini menuntut kepada kita untuk bersikap ekstra hati-hati dalam
mengkonsumsi makanan, dan yang lebih baik tentunya kita kembali kepada makanan-makanan
yang sifatnya alami, yakni makanan yang kita olah dan produk sendiri baik itu
tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, makanan pokok, maupun daging dan ikan.
Dioksin
adalah senyawa yang tergolong karsionogenik. Dampak keracunan dioksin untuk
jangka panjang adalah kanker dan aterosklerosis sehingga menaikkan angka
kematian sampai 46 % pada beberapa kasus. Karena sumber dioksin bisa dari
berbagai materi yang ada di sekitar kita, maka dioksin menjadi ancaman serius
bagi kesehatan manusia, karena pengaruh negatifnya sudah dapat dicapai hanya
pada dosis yang sangat rendah yaitu beberapa part per trillum dalam lemak tubuh
kita. Dioksin merupakan senyawa yang mampu mengacaukan sistem hormon, yaitu
dengan cara bergabung dengan kaseptor hormon, sehingga mengubah fungsi dan
mekanisme genetis dari sel, dan mengakibatkan pengaruh yang sangat luas, yaitu
kanker, menurunkan daya tahan tubuh, mengacaukan sistem saraf, keguguran
kandungan, dan dapat mengakibatkan cacat kelahiran (birth deformity). Dioksin
secara langsung mampu menurunkan sel B dan secara tidak langsung menurunkan
jumlah sel T yang berperan dalam sistem imun. Karena mampu mengubah fungsi
genetika sel, jadi dapat menyebabkan timbulnya penyakit genetis dan dapat
mempengaruhi pertumbuhan anak.
Umumnya
dioksin dihasilkan dari pembakaran sampah, hasil samping produk pestisida,
pembakaran dari proses produksi baja atau proses kimia suatu produk yang
menggunakan chlor sebagai pemutih seperti kertas, plastik, bahan T-shirt dan
sebagainya.Dioksin dikenal sebagai senyawa hidrofobik (tidak akur dengan air).
Zulia http://zulliesikawati.wordpress.com/tag/ains/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar